31 Januari 2010

next.journeys

Kamar Ungu, 24 Februari 2008


I have ability to feel..
I have ability to think..
I have ability to do..


Beriman adalah keyakinan di dalam hati, kekuatan di dalam pikiran, dan kemantapan di dalam perbuatan. Munafik adalah kemantapan di dalam perbuatan yang tidak diikuti oleh keyakinan di dalam hati, dan kekuatan di dalam pikiran. Fasik adalah keyakinan di dalam hati, kekuatan di dalam pikiran, tapi tidak diikuti oleh kemantapan di dalam perbuatan.
Maka, ketika iman ini mendesak saya untuk berbicara banyak, arsitektur-lah penjawabnya.
Dalam kecintaan ini saya menemukan kemunafikan, dalam kecintaan ini saya-pun menemukan kefasikan. Lalu dimana letak keimanan saya? Apakah kecintaan saya ini tidak dapat mengimani?
Memang,benar memang! Iman sempat datang sesaat..lalu pergi..lalu datang lagi..lalu kembali pergi, semua atas nama cinta.akan saya cari kemana lagi?
Ternyata iman ini bersembunyi di dalam ruang kosong terdalam hati saya yang terpuruk perasaannya, di dalam ruang kosong pikiran saya yang terpuruk kekuatannya, dan di dalam ruang kosong perbuatan saya yang terpuruk kemantapannya.

Semua angin kosong.....

Sungguh,keimanan bukanlah sebuah keberuntungan. Keimanan bukanlah sebuah kesalahan di dalam memilih tempat, kesalahan di dalam memilih waktu, bahkan bukan kesalahan di dalam memilih pelakunya.
Maka tak perlu ada jawaban atas pertanyaan atas iman. Karena ini semua bukanlah sebuah tanya jawab.
It’s all about my ability! Kita bicara di dalam karya ! Jika tak ada lagi tanya-jawab atas keimanan ini, maka biarlah hati bertemu pikiran di dalam perbuatannya.
Izinkanlah saya bermimpi, mendongengkan iman setiap akan memejamkan mata, setiap iman akan bertemu dengan-Nya.

Terpejamlah kedua mata iman saya...
Dan saya bisiki sebuah mimpi..

Berjalan di sebuah jalan besar dengan kecepatan tinggi, kemudian mengurangi kecepatan ketika berjalan di jalan berikutnya yang masih besar namun mulai ramai. Berbeloklah langkah saya pada sebuah tempat bermukimnya kumpulan pohon-pohon pinus besar bekomunitas di tepian sungai cisadane. Sebuah kenyamanan mengusik iman ini,membuka mata hatinya, mengusik ketenangannya, membuat telunjuknya mengarahkan perjalanan ini pada sebuah pagar fiber glass yang melengkapi keindahan bentuknya dengan kesamarannya. Sebuah permainan proporsi kepala-badan-kaki yang sempurna di dalam mata hati keimanan saya. Maka iman telah tahu bahwa ini mimpinya, bahwa ini harus diperjuangkan.ijinkanlah iman membawa saya masuk ke dalam..
Tersadarlah saya dari pejaman mata, saya menemukan iman saya ada di depan mata saya...semoga dia tidak akan pergi lagi dari saya.

Keimanan saya sudah ’terlanjur ingini semua yang ada’. This is my next journeys....Bukan arsitek di dalam kontraktor perusak dunia. Bukan artwork designer. Bukan pengajar tk. Bukan pengawas lapangan.


Tapi ini..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar